Internet digunakan oleh setiap orang setiap hari. Namun pengunaan internet yang berlebihan tidak baik bagi penguna dan dapat menimbulkan kecanduan internet atau disebut juga Internet Addiction
Fenomena Internet Addiction
Sekitar 5-10 persen orang yang mengakses internet diyakini mengidap candu. Mayoritas adalah mereka yang keranjingan game online. Mereka bisa menghabiskan waktu untuk bermain game berjam-jam tanpa makan dan minum, bahkan cenderung mengabaikan aspek lain dari kehidupan mereka sendiri. Pengguna yang mengalami kecanduan internet kerap memutus komunikasi dengan keluarga dan teman sebaya di dunia nyata. Hal pertama yang dilakukan saat setelah bangun tidur adalah hidupkan komputer dan segera online. Banyak yang menyadari, pengguna yang mengabaikan aktifitas sosial dan kegiatan waktu luangnya tapi tidak mampu keluar dari jeratan dunia virtual. Pengguna tidak bisa lagi mengendalikan konsumsinya akan internet.
Internet Addiction Disorder
Penggunaan internet akan menjadi sangat bermanfaat bila tetap di tingkat 'normal', namun pengunaan internet secara berlebihan dapat mengganggu kehidupan sehari - hari dan telah dikaitkan dengan berbagai masalah termasuk menurunnya kemampuan psikososial, merusak suatu hubungan, baik dengan keluarga ataupun teman, dan mengabaikan tanggung jawab rumah tangga, akademik ataupun tanggung jawab pekerjaan.
Internet Addiction Disorder (IAD) atau gangguan kecanduan internet meliputi hal yang berhubungan dengan internet seperti jejaring sosial, email, pornografi, judi online, game online, chatting dan lain-lain. Jenis gangguan ini memang tidak tercantum pada manual diagnostik dan statistik gangguan mental, atau yang biasa disebut dengan DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), namun secara bentuk dikatakan dekat dengan bentuk kecanduan akibat judi. Badan himpunan psikolog di Amerika Serikat secara formal menyebutkan bahwa kecanduan ini termasuk dalam salah satu bentuk gangguan.
Jenis kecanduan internet ada tiga yaitu :
1. Game Online
Online game telah menjerat banyak orang, khususnya kaum muda, dalam kecanduan yang sulit dilepaskan. Internet merupakan permainan yang menyenangkan bagi banyak orang, apalagi bila digabungkan dengan online game.
Salah satu daya tarik online game adalah bahwa ada game jenis tertentu yang bila dimainkan, masih akan terus berlangsung, bahkan ketika seorang pemain sedang offline. Sebab pemain tidak hanya berusaha untuk naik ke jenjang permainan yang lebih tinggi, ia pun harus mengatasi lawan yang bisa berasal dari berbagai belahan dunia. Itu sebabnya, pemain umumnya sulit meninggalkan komputer karena harus selalu bertahan dan menang.
Daya ikat online game juga adalah sifatnya yang memungkinkan pemain menjadi pribadi yang berbeda di dunia nyata. Pemain tidak harus mengikuti aturan-aturan di dunia nyata dan dapat menjadi sosok yang kuat dan yang selalu memenangkan pertarungan.
Daya tarik lain online game yang berpotensi menjerat pemain menjadi pecandu adalah bahwa pemain dapat mengubah dirinya dan memilih karakter tertentu yang berbeda dengan karakter aslinya dalam game tertentu, bahkan ada online game yang dapat mempertemukan orang yang berbeda yang melakukan petualangan bersama, berperang bersama, dan melakukan hubungan seks dalam dunia maya.
Daya ikat online game juga adalah sifatnya yang memungkinkan pemain menjadi pribadi yang berbeda di dunia nyata. Pemain tidak harus mengikuti aturan-aturan di dunia nyata dan dapat menjadi sosok yang kuat dan yang selalu memenangkan pertarungan.
Daya tarik lain online game yang berpotensi menjerat pemain menjadi pecandu adalah bahwa pemain dapat mengubah dirinya dan memilih karakter tertentu yang berbeda dengan karakter aslinya dalam game tertentu, bahkan ada online game yang dapat mempertemukan orang yang berbeda yang melakukan petualangan bersama, berperang bersama, dan melakukan hubungan seks dalam dunia maya.
2. Kegemaran Seksual (Pornografi)
Masalah pornografi sudah ada sejak lama, namun semakin marak pada era internet. Data memperlihatkan bahwa lebih dari 60% penderita yang mencari terapi untuk masalah kecanduan internet menyatakan dirinya terlibat pada pornografi atau pembicaraan seksual online yang eksplisit.
Ini terjadi karena internet memberi banyak kemudahan. Materi pornografis banyak yang tersedia secara cuma-cuma. Kita pun dapat mengaksesnya secara anonim, meskipun sebetulnya tidak sepenuhnya anonim karena akses ke internet dapat dilacak dengan cukup mudah.
Kemudahan akses dan rasa aman yang palsu membuat orang mudah terjebak masuk ke dalam keterlibatan yang semakin intens yang semakin tidak peduli dengan rasa bersalah dan malu.
Selain itu, sebagaimana dikemukakan oleh Laurie Hall, dalam pandangan pecandu, pornografi tidak berdampak pada tubuh, kepribadian, maupun hidup pernikahan seseorang. Dengan kata lain, pecandu pornografi internet yakin bahwa pornografi tidak merugikan diri maupun orang lain. Bahkan, sebagian pecandu pornografi menganggap pornografi menolong mereka terhindar dari perzinahan dalam arti yang sesungguhnya. Keyakinan yang salah ini membuat pecandu tidak rela melepaskan diri dari objek kesenangan mereka.
3. Sosial Media / Jejaring Sosial
Kecanduan jejaring sosial adalah suatu kondisi kronis dalam sistem motivasi dalam perilaku mencari kesamaan sosialitas, mulai dari yang dikenal sehari-hari sampai dengan keluarga melalui internet. Jejaring sosial merupakan struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen individual atau organisasi. Jejaring ini menunjukkan jalan dimana mereka berhubungan karena kesamaan sosialitas, mulai dari mereka yang dikenal sehari-hari sampai dengan keluarga. Pada umumnya, sosialisasi merupakan hasil dari interaksi dengan orang tua, para guru, dan teman-teman. Namun demikian, media massa, teknologi informasi dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya juga bertindak sebagai agen sosialisasi yang penting. Sosialisasi masyarakat merupakan suatu proses penanaman atau mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan kebiasaan yang ada pada suatu kelompok masyarakat tertentu.
Efek mencandu pada media sosial bisa disebabkan oleh dua hal utama. Pertama, karena kita senang memperoleh teman dan mendapat perhatian dari orang lain.
Kedua, kita senang menjadi orang yang dikenal dan diakui keberadaannya. Karena itu, akan semakin mudah menjadi pecandu jejaring sosial di internet bila seseorang memiliki kebutuhan besar akan perhatian, penghargaan diri, dan pengakuan akan eksistensi dirinya.
Sebagai gambaran, sekitar 62,5 % pengguna aktif internet di seluruh dunia yang berusia 16 hingga 54 tahun memiliki profil diri mereka di jejaring sosial internet. Sebagai tambahan, sekitar 71,1 % pernah mengunjungi halaman profil teman mereka di jejaring sosial. Sosial media termasuk juga didalamnya yaitu email/pesan teks dan fasilitas chatting.
Klasifikasi Perilaku Kecanduan
Young mengembangkan tes dan akhirnya mengklasifikasikan pengguna internet menjadi 3 kelompok, yaitu :
- Average - Users : memiliki kontrol penuh atas aktivitas internet mereka
- Over - Users : sering mengalami masalah karena aktivitas internet mereka
- Internet Addicts : mengalami masalah yang signifikan karena ketergantungan mereka pada aktivitas internet.
Ada perdebatan tentang bagaimana cara terbaik untuk mengklasifikasikan perilaku kecanduan internet. Apakah ditandai oleh banyaknya waktu yang dihabiskan dalam aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan menggunakan komputer / internet / video game.
Hal tersebut disertai dengan :
- Perubahan suasana hati,
- Keasyikan dengan media internet dan digital,
- Ketidakmampuan untuk mengontrol jumlah waktu yang dihabiskan berinteraksi dengan teknologi digital,
- Kebutuhan untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk mencapai suasana hati yang diinginkan,
- Gejala penarikan diri dari lingkungan sosial dan konflik keluarga,
- Kehidupan sosial berkurang
- Merugikan pekerjaan atau pendidikan.
Beberapa peneliti dan praktisi kesehatan mental melihat penggunaan internet yang berlebihan sebagai gejala dari gangguan lain seperti kecemasan atau depresi. Kecanduan internet dapat dianggap sebagai gangguan kontrol impuls. Namun ada konsensus yang berkembang bahwa rasi ini dari gejala kecanduan. The American Society of Addiction Medicine ( ASAM ) baru-baru ini merilis sebuah definisi baru dari kecanduan sebagai gangguan otak kronis dan secara resmi mengusulkan untuk pertama kalinya kecanduan yang tidak terbatas pada penggunaan zat. Semua kecanduan, apakah bahan kimia atau tingkah laku, memiliki karakteristik tertentu, seperti penggunaan kompulsif (kehilangan kontrol), modifikasi mood, toleransi dan penarikan, dan terus berkelanjutan meskipun memiliki konsekuensi negatif.
Sementara jumlah aktivitas internet yang dianggap ' berlebihan ' adalah penilaian subjektif ,
dan klasifikasi penggunaan internet berat sebagai gangguan klinis mungkin kontroversial . Young menyatakan karakter dari orang yang kecanduan internet adalah penggunaan internet yang sangat berlebihan yang mengganggu pola tidur seseorang, produktivitas kerja, rutinitas sehari - hari, dan kehidupan sosial mereka.
Beard, merekomendasikan bahwa ada lima kriteria diagnostik yang diperlukan untuk mendiagnosis orang dengan kecanduan internet, yaitu:
- Apakah pikirannya dipenuhi oleh pikiran tentang internet (berpikir tentang aktivitas online sebelumnya atau mengantisipasi sesi secara online berikutnya)
- Kebutuhan untuk menggunakan Internet dengan peningkatan jumlah waktu untuk mencapai kepuasan tertentu
- Gagal untuk mengontrol, mengurangi, atau menghentikan penggunaan internet
- Gelisah, murung, depresi, atau mudah tersinggung ketika mencoba untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan internet
- Online lebih lama dari waktu yang diinginkan.
Selain itu, setidaknya satu dari perilaku ini harus terlihat:
- Apakah membahayakan atau mempertaruhkan hilangnya hubungan, pekerjaan, kesempatan pendidikan atau karier yang signifikan karena Internet
- Apakah berbohong kepada anggota keluarga , terapis , atau orang lain untuk menyembunyikan tingkat keterlibatan dengan internet
- Menggunakan Internet sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau untuk melepaskan suasana hati (misalnya : perasaan tidak berdaya, rasa bersalah, kecemasan, depresi )
Penanganan Orang dengan Kecanduan Internet
Sebagian pecandu internet mulai dapat menguasai dirinya setelah suatu masa lepas kendali. Di antara pecandu, ada yang dapat melepaskan dirinya setelah yang bersangkutan dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara memilih internet atau memilih pasangan dan keluarganya. Namun kebanyakan pecandu tetap tidak bisa melepaskan diri dari kecanduannya dalam kurun waktu yang panjang. Pada umumnya pecandu internet justru memilih berinternet dan mengorbankan hal lainnya, termasuk karier, keluarga, atau studinya.
Karena kompleksnya permasalahan kecanduan internet, pemutusan siklus kecanduan perlu pendekatan yang bersifat multidimensional dan penanganan secara terpadu.
Ada lima area pecandu yang perlu digarap, yakni aspek spiritual, pola pikir, perasaan, perilaku atau kebiasaan, dan relasi.
Pertama, langkah awal penanganan kasus kecanduan internet harus dimulai dari pengakuan dan kerelaan pecandu untuk melepaskan kebiasaannya tersebut. Usaha apa pun yang kita lakukan niscaya akan menemui kegagalan bila pecandu internet tidak mengakui persoalannya yang berat. Untuk itu, konselor perlu melakukan pendekatan empatik dan penuh penerimaan terhadap kesulitan dan persoalan yang membelit pecandu tanpa bersikap menyalahkan.
Kedua, harus ada semacam ikatan kontrak dengan pecandu agar dalam suatu jangka waktu, misalnya selama empat puluh hari, untuk tidak bersentuhan dengan internet sama sekali. Sebagai gantinya, kita melatih mereka untuk memperoleh hobi dan kebiasaan baru. Pecandu tidak boleh dibiarkan menganggur selama mereka tidak beraktivitas dengan internet agar mereka belajar mengisi waktu luang dengan cara yang baik. Kegagalan dan pelanggaran terhadap komitmen diberi ganjaran sanksi yang telah disepakati bersama, misalnya dengan memperpanjang masa puasa berinternet. Sebaliknya, keberhasilan diberi hadiah berupa aktivitas yang mereka sukai, namun yang tidak terkait dengan dunia internet.
Ketiga, konseling pribadi dan konseling kelompok harus diberikan secara rutin sampai pecandu benar-benar terlepas dari kecanduannya. Konseling pribadi bermanfaat untuk menolong pecandu mengenali kecenderungan dan asal mula perasaan dan pikiran yang menjerumuskan mereka ke dalam siklus kecanduan, mengatasi pikiran dan perasaan itu, serta memperoleh pola pikir dan pengendalian perasaan yang lebih baik.
Konseling kelompok diperlukan agar mereka mempelajari kembali cara berelasi yang sehat, untuk menghadapi rasa sakit akibat gesekan dalam relasi, serta untuk memberi dukungan dan saling menguatkan antar pecandu di bawah bimbingan dari seorang konselor atau terapis. Juga diperlukan layanan konseling keluarga, karena perilaku pecandu memberi dampak kepada seluruh keluarga.
Keempat, pecandu yang telah terbebas harus menyadari bahwa mereka tetap memiliki area sensitif terkait dengan penggunaan internet. Dengan demikian, mantan pecandu perlu dibekali dengan teknik penolakan dan penghindaran terhadap kebiasaan buruk mereka yang dahulu. Mantan pecandu perlu pula ditolong untuk mengembangkan talenta dan bakat yang mereka miliki sehingga tidak lagi terhisap ke dalam pola pikir dan kebiasaan lama mereka
Sumber Referensi :
Cash, H., Rae, C. D., Steel, A. H., Winkler, A. (2012). Internet addiction: A brief summary of research and practice. Current Psychiatry Reviews, 8, 292 - 298.
diakses dari :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3480687/, diakses pada tanggal 28 Oktober 2014
Hardie, Elizabeth, Tee, M. Y. (2007). Excessive internet use: The role of personality, loneliness and social support networks in internet addiction. Australian Journal of Emerging Technologies and Society, 5, 34-47.
diakses dari :
http://www.swinburne.edu.au/hosting/ijets/journal/V5N1/pdf/Article3_Hardie.pdf, diakses pada tanggal 28 Oktober 2014
Elia, Heman. (2009). Kecanduan berinternet dan prinsip - prinsip untuk menolong pecandu internet. Veritas, 10,285 - 299.
diakses dari :
http://www.seabs.ac.id/journal/oktober2009/Kecanduan%20Berinternet%20dan%20Prinsip-Prinsip%20Untuk%20Menolong%20Pecandu%20Internet.pdf, diakses pada tanggal 28 Oktober 2014
Nurmandia, H., Wigati, D., Masluchah, L. (2013). Hubungan antara kemampuan sosialisasi dengan kecanduan jejaring sosial, Jurnal Penelitian Psikologi, 4, 107 - 119.
diakses dari:
http://jurnalpsikologi.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpsikologi/article/view/17, diakses pada tanggal 28 Oktober 2014
Nurmandia, H., Wigati, D., Masluchah, L. (2013). Hubungan antara kemampuan sosialisasi dengan kecanduan jejaring sosial, Jurnal Penelitian Psikologi, 4, 107 - 119.
diakses dari:
http://jurnalpsikologi.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpsikologi/article/view/17, diakses pada tanggal 28 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar