Jumat, 29 Mei 2015

Hubungan Kesehatan Mental dengan Kecerdasan Emosional

Kesehatan Mental pada seseorang berhubungan dengan segala aspek dalam kehidupannya. Salah satunya berkaitan dengan kecerdasan emosional seseorang. 

Sebelum membahas tentang hubungan antara kesehatan mental dengan kecerdasan emosi, ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional.



Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2007), kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi merupakan kualitas untuk mengenali emosi pada diri sendiri kemudia emosi tersebut dikelola dan digunakan untuk memotivasi diri sendiri dan memberi manfaat dalam hubungannya dengan orang lain sehingga individu dapa berinteraksi dengan baik.

Menurut Bar-On kecerdasan emosi merupakan sekumpulan kecakapan dan sikap yang jelas perbedaannya namun saling tumpang tindih. Kumpulan tersebut dikelompokkan ke dalam lima ranah, yaitu :

a. Intra pribadi
Terkait dengan kemampuan untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri, yaitu melingkupi : kesadaran diri, sikap asertif, kemandirian dan aktualisasi diri.

b. Antarpribadi
Ranah antarpribadi berkaitan dengan keterampilan bergaul yang dimiliki individu yaitu kemampuan untuk berinteraksi dan bergaul baik dengan orang lain.

c. Penyesuaian diri
Kemampuan untuk bersikap lentur dan realistis, dan untuk memecahkan aneka masalah yang muncul.

d. Pengendalian stress
Berkaitan dengan kemampuan individu untuk menghadapi stress dan mengendalikan impuls.

e. Suasana hati
Ranah suasana hati terdiri dari optimism dan kebahagiaan.

Menurut Goleman (2007) aspek – aspek kecerdasan emosi adalah sebagai berikut :
·         Mengenali emosi sendiri
·         Mengelola emosi
·         Memotivasi diri sendiri
·         Mengenali emosi orang lain
·         Membina hubungan

Kecerdasan emosi diperlukan untuk meningkatkan kapasitas penalaran, memanfaatkan emosi dengan baik, meningkatkan kebijakan intuisi dan meningkatkan kemampuan berhubungan pada tingkat dasar dengan diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosi juga diperlukan ketika menghadapi masalah yang memungkinkan tekanan dan kecemasan pada orang yang bersangkutan.


Keuntungan memiliki kecerdasan emosi yaitu kontrol diri yang lebih unggul, memiliki kemampuan untuk memotivasi diri, dapat mengekspresikan emosi dengan wajar, dapat bersikap peduli dalam hubungan, nyaman terhadap diri sendiri, orang lain dan kehidupan sosial, dapat mengatur emosi, tidak ada perasaan khawatir yang berlebihan dan mudah berteman. 

Jadi apa hubungan nya kesehatan mental dengan kecerdasan emosional?

Semakin baik kecerdasan seseorang dalam pengelolaan emosi semakin baik pula tingkat kesehatan mentalnya. Konteks kecerdasan emosi itu sendiri mencakup tentang pengendalian diri, penghargaan terhadap orang lain, dan penyelesaian terhadap persoalan yang dihadapi. Hal ini dapat didapatkan jika kesehatan mental seseorang dapat dikelola dengan baik.
Orang yang tidak dapat mengelola emosi nya dengan baik, menjadi labil dan sulit untuk diprediksi emosinya. Hal ini nanti nya dapat mengarah pada stress dan depresi. Kesehatan mental seseorang akan terganggu dan membawa dampak yang buruk bagi dirinya dan orang lain di sekitarnya. 



Sumber :
Goleman, Daniel. (1996). Kecerdasan Emosional. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama 

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/BK-Psikologi/article/view/31227



Fenomena Depresi




Pada zaman modern ini, banyak manusia yang mengalami stress, kecemasan, dan kegelisahan. Hal – hal tersebut dapat menyebabkan hal yang lebih parah, yaitu depresi. Berikut akan di jelaskan mengenai depresi.

Pengertian Depresi
Depresi memiliki arti yang sangat luas, dari deskripsi perasaan sedih yang normal, melalui perasaan dan cara berpikir yang pervasive dan persisten, hingga psikosis. Sebagian besar diantara kita pernah merasa sedih atau jengkel, menjalani kehidupan yang penuh masalah, merasa kecewa, kehilangan dan frustasi, yang dengan mudah menimbulkan ketidakbahagiaan dan keputusasaan. Namun, secara perasaan demikian itu cukup normal dan merupakan reaksi sehat yang berlangsung cukup singkat dan mudah dihalau.

Penyebab Depresi

a.  Faktor genetic
Seseorang yang dalam keluarganya diketahui menderita depresi berat memiliki resiko leboih besar menderita gangguan depresi aripada masyarakat pada umumnya. Gen berpengaruh dalam terjadinya depresi, tetapi ad banyak gen di dalam tubuh kita dan tidak ad seorangpun peneliti  yang mengetahui secara pasti bagaimana gen bekerja. Dan tidak ada nukti langsung bahwa ada penyakit depresi yang disebabkan oleh faktor keturunan.

b.  Susunan kimia otak dan tubuh
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memegang peranan yang besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang yang depresi ditemukan adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut. Hormone noradenalin yang memegang peranan utama dalam mengendalikan otak danaktivoitas tubuh, tampaknya berkurang pada mereka yang mengalami depresi. Pada waniata, perubahan hormone dihubungkan dengan kelahiran anak dan menopause juga dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi.

c.   Faktor usia
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahap-tahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari masa anak-anak kemasa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa pubertas hingga ke pernikahan. Namun sekarang ini usia rata-rata penderita depresi semakin menurunyang menunjukkan bahwa remaja dan anak-anak semakin banyak yang terkena depresi. Survey masyarakat terakhir melaporkan adanya prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depresi pada golongan usia dewasa muda yaitu 18-44 tahun.

d.  Gender
Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih sering mengakui adanya depresi daripada pria dan dokter lebih dapat mengenali depresi pada wanita. Bagaimanapun, tekanan sosialpada wanita yang mengarahkan pada depresi . misalnya, seorang diri dirumah dengan anak-anak kecil lebih jarang ditemui pada pria daripada wanita. Ada juga perubahan hormonal dalam siklus menstruasi yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dan juga menopause yang membuat wanita lebih rentan menjadi depresi atau menjadi pemicu penyakit depresi .

e.  Gaya hidup
Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat memicu kecemasan dan depresi. Tingginya tingkat stress dan kecemasan digabung dengan makanan yang tidak sehat dan kebiasaan tidur serta tidak olahraga untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi faktor beberapa orang yang mengalami depresi penelitian menunjukkan bahwa kecemasan dan depresi berhubungan dengan gaya hidup yang tidak sehatpada pasien berisiko penyakit jantung. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak teratur,makan tidak teratur, pengawet dan pewarna buatan, kurang berolahraga, merokok, dan minum-minuman keras.

f.   Penyakit fisik
Penyakit fisik dapat menyebabkan penyakit. Perasaan terkejut karena mengetahui kita memiliki penyakit serius dapat mengarahkan pada hilangnya kepercayaan diri dan penghargaan diri, juga depresi. Alasan terjadinya depresi cukup kompleks. Misalnya, depresi sering terjadi setelah serangan jantung, mungkin karena seseorang merasa mereka baru saja mengalami kejadian yang dapat menyebabkan kematian atau karena mereka tiba-tiba menjadi orang yang tidak berdaya . pada individu lanjut usia penyakit fisik adalah penyebab yang paling umum terjadinya depresi.

g.  Obat-obatan
Beberapa obat-obatan untuk pengobatan dapat menyebabkan depresi. Namun bukan berarti obat tersebut menyebabkan depresi, dan menghentikan pengobatan dapat lebih berbahaya daripada depresi.

h.  Obat-obatan terlarang

i.   Sinar matahari
Kebanyakan dari kita merasa lebih baik dibawah sinar matahari daripada mendung, tetapi hal ini sangat berpengaruh pada beberapa individu. Mereka baik-baik saja ketika musim panas tetapi menjadi depresi ketika musim dingin. Mereka disebut menderita seasonal affective disorder (SAD)

j.   Kepribadian
Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada individu-individu yang lebih rentan terhadap depresi, yaitu yang mempunyai konsep diri serta pola piker yang negative, pesimis, juga tipe kepribadian.

Gejala - Gejala Depresi

a.  Gejala Fisik
Gejala fisik umum yang relative mudah dideteksi sebagai berikut:
1. Gangguan pola tidur. Misalanya, sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur.
2. Menurunnya tingkat aktivitas. Misalnya, menyukai kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti  menonton tv, makan dan tidur.
3. Menurunnya efisiensi kerja. Penyebabnya jelas, orang yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal, atau pekerjaan.sehingga, mereka juga akan sulit memfokuskan energi pada hal-hal prioritas.
4. Menurunnya produktivitas kerja. Orang yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak lagi bisa menikmati dan merasakan kepuasan atas apa yang dilakukannya.
5. Mudah merasa letih dan sakit. Jelas saja, depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seorang menyimpan perasaan negative, maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan.

b.  Gejala Psikis
 Adapun tanda-tanda gejala psikis sebagai berikut:
1. Kehilangan  rasa percaya diri. Penyebabnya, orang yang mengalami depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negative, termasuk menilai diri sendiri.
2. Sensitive. Orang yang mengalami depresi senang sekali mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya sensitive sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan.
3. Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi    orang yang gagal terutama dibidang atau lingkungan yang seharusnya mereka kuasai.
4. Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan.
5. Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialaminya.

c.   Gejala social
Jangan heran jika masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada akhirnya memengaruhi lingkungan dan pekerjaan (aktivitas rutin lainnya). Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap prilaku orang yang depresi tersebutyang pada umumnya negative (mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitive, mudah letih, mudah sakit).


Jenis - Jenis Depresi

Ada bermacam – macam hal yang menyangkut depresi, yaitu depresi normal dan abnormal, depresi eksogen dan depresi endogen, depresi primer dan depresi sekunder, depresi involsional dan depresi postpartum.

Depresi Normal dan Depresi Abnormal
Batas antara depresi normal dan abnormal tidak jelas, tetapi ada dua faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengadakan perbedaan, yakni faktor kedalaman depresi dan faktor lamanya depresi. Dikatakan normal jika seseorang kadang merasa sedikit murung, sedih, atau merasa sediit tertekan. Akan tetapi perlu dipertimbangkan kalau depresi itu begitu dalam sehingga individu tidak dapat berfungsi dengan baik. Depresi juga berlangsung lama dan individu tidak sembuh serta tidak bisa keluar atau atau melepaskan diri dari keadaan depresi itu.

Depresi Eksogen dan Depresi Endogen
Depresi Eksogen adalah depresi yang disebabkan oleh faktor – faktor eksternal seperti konflik dan stress. Sedangkan depresi endogen adalah depresi yang disebabkan oleh faktor – faktor internal seperti tingkat – tingkat neurotransmitter tertentu yang rendah.
Perbedaan antara depresi eksogen dan endogen adalah penting berkenaan dengan perawatan. Psikoterapi mungkin sangat efektif untuk orang – orang yang mengalami depresi eksogen, sedangkan obat mungkin sangat efektif untuk orang – orang yang mengalami depresi endogen.

Depresi Primer dan Depresi Sekunder
Depres primer terjadi pada individu  - individu yang mengalami stress dimana simpton primernya adalah depresi. Jadi individu itu hanya mengalami depresi tanpa gangguan – gangguan lainnya. Misalkan seseorang yang baru ditinggalkan oleh orang yang dicintainya. Dia mengalami depresi saja tanpa ada gangguan yang lainnya. Depresi sekunder terjadi pada individu – individu yang mengalami gangguan lain yang sudah ada sebelumnya, seperti kecemasan, alkoholisme, skizofrenia atau gangguan fisik.

Depresi Involusional dan Depresi Postpartum
Depresi dapat terjadi pada setiap tahap siklus kehidupan. Dua macam depresi yang banyak menarik perhatian adalah depresi involusional dan depresi postpartum.

Depresi Involusional



Merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut depresi yang berkaitan dengan permulaan usia lanjut. Depresi involusional dilihat sebagai akibat dari faktor – faktor fisiologis, psikologis dan budaya yang berkaitan dengan usia lanjut. Usialanjut dapat menjadi masa yangmenimbulkan stress karena hilangnya keluarga, teman – teman dan status, meningkatnya penyakit dan masalah – masalah keuangan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan masa depan terbatas dan mungkin kelihatan suram.

Depresi Postpartum

Mengacu pada suatu depresi yang relatif berat dan timbul segera sesudah seorang wanita melahirkan anak. Depresi ini berlangsung selama 6 minggu sampai satu tahun. Penyebab depresi postpartum antara lain faktor fisiologis, terutama perubahan endokrin. Wanita – wanita yang secara fisiologis sulit untuk mengimbangi perubahan dramatis yang berkaitan dengan kelahiran. Faktor psikologis, konflik – konflik yang tidak terpecahkan, serta keprihatinan terhadap kegagalan dan kontrol pribadi, terjadinya peristiwa hidup yang menimbulkan stress serta dukungan sosial yang kurang.

Cara Menanggulangi Depresi


1.  Obat Antidepresan
Ada beberapa obat antidepresan yaitu:
  • Lithium. Lithium adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan bipolar.
  • MAOIs
  • Tricyclics.
  • SSRIs

2.  CBT
Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses berpikir klien yang berhubungan dengan kesulitan emosional dan psikologi klien. Pendekatan ini akan berupaya membantu klien mengubah pikiran-pikiran atau pernyataan diri negative dan keyakinan-keyakinan pasien yang tidak rasional.jadi focus teori ini adalah mengganti cara-cara berfikir yang tidak logis menjadi logis.

3.  Terapi  Interpersonal
Terapi Interpersonal adalah bantuan psikoterapi jangka pendek yang berfokus kepada hubungan antara orang-orang dengan perkembangan simtom penyakit kejiwaan.

4.  Konseling kelompok dan dukungan social
Konseling secara kelompok adalah pelaksanaan wawancara konseling yang dilakukan antara seorang konselor professional dengan beberapa pasien sekaligus dalam kelompok kecil

5.  Berolahraga
Keadaan mood yang negative seperti depresi, kecemasan, dan kebingungan disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang negative pula. Salah satu cara yang dapat dilakuakan untuk menghasilkan pikiran dan perasaan positifyang dapat menghalangi munculnya mood negative adalah dengan berolahraga.

6.  Diet (mengatur pola makan)
Simtom depresi dapat diperparah oleh ketidakseimbangan nutrisi di dalam tubuh. Ketidakseimbangan nutrisi yang dapat menyebabkan depresi semakin parah yaitu:
·         Konsumsi kafein secara berkala. 
·         Konsumsi sukrosa (gula)   
·         Kekurangan biotin, asam folat dan vitamin B, C, kalsium, tembaga, magnesium 
·         Kelebihan magnesium
·         Ketidakseimbangan asam amino 
·         Alergi makanan

7.  Terapi Humor
Sudah lama professional medis mengakui bahwa pasien yang mempertahankan sikap mental yang positif dan berbagai tawa merespons lebih baik terhadap pengobatan. Respons psiologis dari tertawa termasuk meningkatkan pernapasan, sirkulasi, sekresi hormone dan enzim pencernaan, dan peningkatan tekanan darah.

8.  Berdoa
Banyak orang mempunyai kecenderungan alami untuk berpaling pada agama dalam memperoleh kekuatan dan hiburan. Bagi yang percaya,keyakinan yang kuat dan menjadi anggota aliran agama tertentu serta tujuan yang sama dapat menanggulangi penderitaan dan depresi.
Berdoa merupakan salah satu cara untuk mengatasi depresi. Mengambil waktu untuk berdoa memberi kesempatan kepada kita menghentikan kegiatan kita dan jalan arus hidup kita.




Sumber :

Lumongga, Namora. (2009). Depresi Tinjauan Psikologis, Jakarta: Kencana Pranada.

Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan Mental 2. Jogjakarta : Kanisius



Rabu, 25 Maret 2015

KESEHATAN MENTAL




Manusia tentu saja berharap dalam hidup sehari - hari selalu dalam keadaan sehat. Selain kesehatan secara jasmani, manusia juga harus sehat secara mental. Di bawah ini akan dijelaskan hal - hal yang berkaitan dengan kesehatan mental.


SEJARAH KESEHATAN MENTAL



Secara umum secara historis kajian kesehatan mental terbagi dalam dua periode yaitu periode pra ilmiah dan periode ilmiah.

1. Periode Pra-Ilmiah


Sejak zaman dahulu sikap terhadap gangguan kepribadian atau mental telah muncul dalam konsep primitive animism, ada kepercayaan bahwa dunia ini diawasi atau dikuasai oleh roh – roh atau dewa – dewa. Orang primitive percaya bahwa angin bertiup, batu berguling, dan pohon tumbuh karena pengaruh roh yang tinggal di dalam benda – benda tersebut. Orang Yunani percaya bahwa gangguan mental terjadi karena dewa marah dan membawa pergi jiwanya. Untuk menghindari kemarahannya, maka mereka mengadakan perjamuan pesta (sesaji) dengan mantra dan korban.

Perubahan sikap ini terjadi pada zaman Hipocrates (460 – 467), menggunakan pendekatan naturalisme, sutau aliran yang berpendapat bahwa gangguan mental atau fisik merupakan akibat dari alam. Hipocrates menolak pengaruh roh, dewa, setan atau hantu.

Konsep baru tentang gangguan dan penyakit mental muncul dalam Revolusi Amerika dan Perancis sebagai bagian dari proses pencerahan (renaisans) bidang rasionalisme, humanisme dan demokrasi politik. Orang gila (insane) kemudian dianggap sebagai orang sakit. Chiarugi di Italia dan Muller di Jerman menyuarakan tentang treatment rumah sakit yang lebih humanis. Tetapi perwujudan konsep baru dalam bidang ini dipelopori oleh Phillipe Pinel (1745 – 1826).

2.  Periode Ilmiah


Perubahan yang sangat berarti dalam sikap dan era pengobatan gangguan mental yaitu dari animism (irasional) dan tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah), terjadi pada saat berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika Serikat.

Benjamin Rush menjadi salah satu pengacara yang mula-mula menangani masalah penyakit mental secara humanis. Publikasinya yang berjudul ”Medical Inquiries and Observations Upon Diseases of The Mind” menjadi buku teks psikiatri Amerika yang pertama.

Perkembangan psikologi abnormal dan psikiatri memberi pengaruh pada lahirnya mental hygiene. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh Dorothea Lynde Dix dan Clifford Whittingman Beers.

Dorothea membangun kesadaran masyarakat umum untuk memperhatikan kebutuhan para penderita gangguan mental. Berkat usahanya, di Amerika didirikan 32 rumah sakit jiwa.

Clifford Beers (mantan penderita manik depresif), menulis buku “A Mind that Found Itself” yang berisi tentang pengalamannya sebagai pasien mental dan menceritakan kekejaman di Rumah Sakit. Beliau mendirikan Masyarakat Connecticut untuk Mental Health yang kemudian berubah menjadi Komite Nasional untuk Kesehatan Mental (The National Committee for Mental Hygiene).

Organisasi ini bertujuan untuk :
1. Melindungi kesehatan mental masyarakat
2. Menyusun standar perawatan para pengidap gangguan mental
3. Meningkatkan studi tentang gangguan mental dalam segala bentuknya dan berbagai aspek yang terkait
4. Menyebarkan pengetahuan tentang kasus gangguan mental, pencegahan, dan pengobatannya
5. Mengkoordinasikan lembaga – lembaga perawatan yang ada.

Organisasi kesehatan mental terus berkembang, sehingga pada tahun 1975 di Amerika Serikat terdapat lebih dari seribu tempat perkumpulan kesehatan mental. Di belahan dunia lainnya, gerakan ini dikembangkan melalui World Federation for Mental Health dan World Health Organization.


KONSEP SEHAT


Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi,sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu.

Istilah sehat sendiri dalam praktiknya mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian professional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesaorangn dan penyakit. Dalam kenyataannya tidak sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek.

WHO melihat sehat dari berbagai aspek. Definisi WHO menyatakan “Health is a state of complete physical, mental and sosial well-being, and not merely the absence of disease or infirmity”. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang.

Untuk Indonesia sendiri dinyatakan dalam UU No.23,1992 tentang Kesehatan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Menurut Freund, (1991) dalam buku “The International Dictionary of Medicine & Biology”, kesehatan adalah Suatu kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagiannya yang dicirikan oleh fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit.

Menurut Hornby (1989), kesehatan adalah:
1) Condition of a person’s body or mind.
2) State of being well and free from illness

Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.


PERBEDAAN KONSEP KESEHATAN MENTAL BARAT DAN TIMUR


1. Model Barat

  • Model Biomedis (Fruend, 1991)

Dipengaruhi oleh filosofi Yunani (Plato & Aristoteles). Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Ditambah dengan perkembangan biologi, penyakit dan kesehatan semata-mata dihubungkan dgn tubuh saja. Semboyan: “Men Sana In Corpore Sano”.

Memiliki 5 asumsi: (Freund, 1991)
- Terhadap perbedaan nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini berada pada satu bagian tubuh tertentu.
- Penyakit dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh.
- Penyakit disebabkan oleh suatu penyebab khusus yang secara potensial dapat diidentifikasi.
- Tubuh seperti sebuah mesin.
- Tubuh adalah objek yang perlu diatur dan dikontrol.
  • Model Psikiatris (Helman, 1990)

Penggunaan berbagai model untuk menjelaskan penyebab gangguan mental.
- Model organik: menekankan pada perubahan fisik dan biokimia di otak.
- Model psikodinamik: berfokus pada faktor perkembangan dan pengalaman.
- Model behavioral: psikosis terjadi karena kemungkinan – kemungkinan lingkungan.
- Model sosial: menekankan gangguan dalam konteks performansnya.
  • Model Psikosomatis (Tamm, 1993)

Muncul karena ketidakpuasan dengan model biomedis. Dipelopori oleh Helen Flanders Dunbar (1930-an).
Tidak ada penyakit fisik tanpa disebabkan oleh anteseden emosional dan sosial. Sebaliknya tidak ada penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom somatik.
Penyakit berkembang melalui saling terkait secara berkesinambungan antara faktor fisik dan mental yang saling memperkuat satu sama lain melalui jaringan yang kompleks.


2. Model Timur

Bersifat lebih holistik (Joesoef, 1990).
  • Holistik sempit

Organisme manusia dilihat sebagai suatu sistem kehidupan yang semua komponennya saling terkait dan saling tergantung.

  • Holistik luas

Sistem tersebut merupakan suatu bagian integral dari sistem - sistem yang lebih luas, dimana orginasme individual berinteraksi terus menerus dengan lingkungan fisik dan sosialnya, yaitu tetap terpengaruh oleh lingkungan tapi juga bisa mempengaruhi dan mengubah lingkungan.






Referensi Pustaka


Yusuf, Syamsul. (2004). Mental Hygiene; Pengembangan Kesehatan Mental Dalam Kajian Psikologi. Bani Quraisy : Bandung

Daradjat, Zakiah. (2001). Kesehatan Mental. Gunung Agung : Jakarta

Salisah, Nikmah Hadiati. (2011). Komunikasi Kesehatan: Perlunya Multidisipliner Dalam Ilmu Komunikasi. Jurnal Ilmu Komunikasi. Vol. 1 No.2. 169-193
diakses dari :
http://jurnalilkom.uinsby.ac.id/index.php/jurnalilkom/article/view/19/15, diakses pada tanggal 25 Maret 2015

http://fakhrurrozi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/folder/0.5, diakses pada tanggal 25 Maret 2015