Menurut kamus besar bahasa Indonesia
karya W.J.S. Poerwadarminta, cinta adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa)
sayang (kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan
kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menaruh belas kasihan.
Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang
yang disertai dengan menaruh belas kasihan.
Cinta
memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab cinta merupakan landasan
dalam kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga dan pemeliharaan anak,
hubungan yang erat dimasyarakat dan hubungan manusiawi yang akrab. Demikian
pula cinta adalah pengikat yang kokoh Antara manusia dengan Tuhannya sehingga manusia
menyembah Tuhan dengan ikhlas, mengikuti perintah-Nya, dan berpegang teguh pada
syariat-Nya.
CINTA MENURUT AGAMA
Dalam
kitab suci Al-Quran, ditemui adanya fenomena cinta yang tersembunyi di dalam jiwa
manusia. Cinta memiliki tiga tingkatan : tinggi, menengah, dan rendah. Cinta tertinggi
adalah cinta kepada Allah, Rasulullah dan berjihad di jalan Allah. Cinta tingkat
menengah adalah cinta kepada orang tua, anak, saudara, istri/suami dan kerabat.
Cinta tingkat terendah adalah cinta yang lebih mengutamakan cinta keluarga,
kerabat, harta, dan tempat tinggal.
Cinta Pada Allah
Puncak cinta manusia, yang paling
bening, jernihdan spiritual adalah cintanya kepada Allah dan kerinduan kepada-Nya.
Tidak hanya dalam shalat, pujian, dan doanya saja, tetapi dalam semua tindakan dan
tingkah lakunya ditujukan kepada Allah, mengharapkan penerimaan dan ridha-Nya :
“Katakanlah: “Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu”. Allah maha pengampun lagi maha penyayang” (QS. Ali Imran:31)
Cinta Kepada Sesama Manusia
Agama
islam tidak berhenti pada batas mempopulerkan prinsip perdamaian, namun lebih jauh
daripada dijadikannya perdamaian sebagai dasar atas hubungan antar sesama manusia.
Tentang hubungan antar sesama muslim, berfirmanlah Allah :
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara.”(Al-Hujuraat
10).
Demikianlah hubungan sesama orang
Islam yang didasarkan atas persaudaraan, rasa simpati dan kasih sayang, sedang hubungan
orang-orang Islam dengan umat-umat lain adalah hubungan perkenalan,
tolong-menolong dan keadilan. Berfirmanlah Allah swt:
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu.”(Al-Hujuraat 13).
CINTA
KASIH MANUSIA MENURUT NEGARA
Dalam pancasila
sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab,” memiliki makna
yang mencerminkan hubungan cinta kasih antar manusia yaitu:
1) Tata hubungan manusia dengan manusia
yang lain dikemas dalam tata hubungan yang dilandasi oleh rasa kasih sayang.
Bahwa eksistensi manusia di dunia adalah untuk dapat memberikan pelayanan pada pihak
lain; orang Jawa menyebutnya sebagai ”lela disesamining dumadi.” Manusia sebagai
makhluk yang mengemban amanah untuk menjaga kelestarian ciptaan Tuhan memegang suatu
prinsip ”memayu hayuning bawono.” Hal ini akan terselenggara dengan baik apabila
dilandasi oleh sikap ”sepiing pamrih, rame inggawe; jerbasuki mowo beyo;” bahwa
dalam mengusahakan tewujudnya kehidupan yang sejahtera, terciptanya keharmonisan
segala ciptaan Tuhan, manusia harus menyisihkan kepentingan pribadi dan golongan,
serta rela berkorban demi terwujudnya kondisi yang diharapkan dimaksud. Hal ini
dapat terselenggara bila didasari oleh rasa cinta dan kasih sayang sesama.
2) Dalam berhubungan dengan sesama
diharapkan manusia mampu untuk mengendalikan diri, tidak merasa dirinya yang
paling benar, paling hebat, paling kuasa, sehingg amengabaikan dan memandang remeh
atau tidak penting pihak lain. Orang Jawa mengatakannya ”ojo dumeh, ojo adigang,
adigung, adiguno.” Secara bebas dapat diartikan jangan meremehkan pihak lain maupun
kondisi yang terjadi, jangan bersikap angkuh, merasa dirinya paling hebat dalam
segala hal. Sifat inklusif harus dikembangkan sedang sifa teksklusif harus dihindari.
Sementara itu kejujuran harus dikembangkan sebagai landasan untuk mengikat hubungan
yang serasi, selaras dan seimbang. Demikian pula sifat mementingkan diri sendiri
yang mengantar timbulnya keserakahan harus dihindari.
Contoh Kasus :
JAKARTA, KOMPAS.com — Di tengah teriknya sinar
matahari yang menerpa Ibu Kota, seorang bapak dan putrinya memegang poster dan
menunjukkannya kepada para pengendara mobil yang melintas di Bundaran Hotel
Indonesia. Pada poster itu, sang ayah menawarkan ginjal untuk menebus ijazah
putrinya itu yang bernama Sarah Meylanda Ayu.
Dia adalah Sugiyanto. Dia terpaksa melakukan hal tersebut demi menebus ijazah Ayu di Pondok Pesantren Al Asriyah Nurul Iman. Untuk menebus ijazah anak keduanya itu, pria yang bekerja sebagai penjahit itu harus membayar Rp 17 juta.
Sampai saat ini, ijazah SMP dan SMA Ayu selama bersekolah di pesantren itu belum juga diambilnya. "Jangankan ginjal, jantung pun saya jual jika ada yang mau. Demi anak saya, saya rela mati," kata Sugiyanto di Bundaran HI, Rabu (26/6/2013).
Dia adalah Sugiyanto. Dia terpaksa melakukan hal tersebut demi menebus ijazah Ayu di Pondok Pesantren Al Asriyah Nurul Iman. Untuk menebus ijazah anak keduanya itu, pria yang bekerja sebagai penjahit itu harus membayar Rp 17 juta.
Sampai saat ini, ijazah SMP dan SMA Ayu selama bersekolah di pesantren itu belum juga diambilnya. "Jangankan ginjal, jantung pun saya jual jika ada yang mau. Demi anak saya, saya rela mati," kata Sugiyanto di Bundaran HI, Rabu (26/6/2013).
Sugiyanto mengatakan, tadinya ia
diharuskan membayar sejumlah uang administrasi selama Ayu menempuh pendidikan
di pondok pesantren yang terletak di Desa Waru Jaya, Parung, Bogor. Dia
diharuskan membayar Rp 70 juta. Sebab, sekolah itu meminta Sugiyanto membayar
Rp 20.000 per hari sejak Ayu masuk pesantren dari tahun 2005.
"Tapi, setelah saya ngomong dengan pihak sekolah, akhirnya sekolah memutuskan agar saya bayar uang ijazahnya saja. Yang Rp 70 juta dibebaskan," ujarnya.
Walau demikian, ia tetap belum mampu menebus ijazah yang diminta pesantren tersebut. Untuk menebus ijazah SMP anaknya, Sugiyanto harus membayar Rp 7 juta, sementara untuk ijazah SMA Rp 10 juta. Sugiyanto tidak mampu membayarkan ijazah anaknya karena ia tidak mempunyai penghasilan tetap. Warga Kebon 200, Kelurahan Kamal, Jakarta Barat, ini sehari-harinya menerima pesan jahit pakaian di dekat rumahnya. Penghasilannya hanya sekitar Rp 60.000 sampai Rp 80.000 per hari. Itu pun untuk memenuhi kebutuhan hidup kelima anaknya.
Sugiyanto mengaku sudah tidak tahu lagi bagaimana cara mencari uang untuk menebus ijazah anaknya itu. Tiga bulan lalu, ia sudah membicarakan permasalahan ini ke Komnas HAM, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan. Akan tetapi, belum ada tanggapan dari ketiga lembaga itu.
"Rp 1 miliar pun sebenarnya saya tidak akan mau untuk menjual ginjal saya. Tapi, demi sekolah anak, saya rela menjualnya," ucapnya
"Tapi, setelah saya ngomong dengan pihak sekolah, akhirnya sekolah memutuskan agar saya bayar uang ijazahnya saja. Yang Rp 70 juta dibebaskan," ujarnya.
Walau demikian, ia tetap belum mampu menebus ijazah yang diminta pesantren tersebut. Untuk menebus ijazah SMP anaknya, Sugiyanto harus membayar Rp 7 juta, sementara untuk ijazah SMA Rp 10 juta. Sugiyanto tidak mampu membayarkan ijazah anaknya karena ia tidak mempunyai penghasilan tetap. Warga Kebon 200, Kelurahan Kamal, Jakarta Barat, ini sehari-harinya menerima pesan jahit pakaian di dekat rumahnya. Penghasilannya hanya sekitar Rp 60.000 sampai Rp 80.000 per hari. Itu pun untuk memenuhi kebutuhan hidup kelima anaknya.
Sugiyanto mengaku sudah tidak tahu lagi bagaimana cara mencari uang untuk menebus ijazah anaknya itu. Tiga bulan lalu, ia sudah membicarakan permasalahan ini ke Komnas HAM, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan. Akan tetapi, belum ada tanggapan dari ketiga lembaga itu.
"Rp 1 miliar pun sebenarnya saya tidak akan mau untuk menjual ginjal saya. Tapi, demi sekolah anak, saya rela menjualnya," ucapnya
Tanggapan :
Bentuk cinta orang tua kepada
anaknya sungguh luar biasa. Demi memenuhi kebutuhan anaknya, seorang ayah rela
menjual ginjalnya. Hal ini menunjukkan bahwa kasih sayang orang tua kepada
anaknya sangat besar. Hal apapun akan dilakukan agar kebutuhan anaknya dapat
terpenuhi. Tidak peduli jika untuk memenuhinya harus melakukan usaha yang
sangat berat.
Sumber :
Muchji,
Achmad, Nugroho, Widyo. 1994. Ilmu Budaya Dasar. Gunadarma.Jakarta.
http://seftifriday.blogspot.com/2013/10/ilmu-budaya-dasar-contoh-kasus-cinta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar